Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan dan adat istiadatnya
masing-masing. Seperti juga suku Papua yang memiliki koteka sebagai
pakaian
untuk menutup kemaluan laki-laki dalam budaya sebagian penduduk asli
Papua.
Koteka terbuat dari kulit labu air.
Isi dan biji labu tua dikeluarkan dan kulitnya dijemur. Secara harfiah,
kata ini bermakna "pakaian", berasal dari bahasa salah satu suku di
Paniai. Sebagian suku pegunungan Jayawijaya menyebutnya holim
atau horim.
Tak sebagaimana anggapan umum, ukuran dan bentuk koteka tak berkaitan
dengan status pemakainya. Ukuran biasanya berkaitan dengan aktivitas
pengguna, hendak bekerja atau upacara. Banyak suku-suku di sana dapat
dikenali dari cara mereka menggunakan koteka. Koteka yang pendek
digunakan saat bekerja, dan yang panjang dengan hiasan-hiasan digunakan
dalam upacara adat.
Namun demikian, setiap suku memiliki perbedaan bentuk koteka. Orang
yali, misalnya, menyukai bentuk labu yang panjang. Sedangkan orang tiom
biasanya memakai dua labu.
Seiring waktu, koteka semakin kurang populer dipakai sehari-hari.
Koteka dilarang dikenakan di kendaraan umum dan sekolah-sekolah.
Kalaupun ada, koteka hanya untuk diperjualbelikan sebagai cendramata.
Di kawasan pegunungan, seperti Wamena,
koteka masih dipakai. Untuk berfoto dengan pemakainya, wisatawan harus
merogoh kantong beberapa puluh ribu rupiah. Di kawasan pantai, orang
lebih sulit lagi menemukannya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !